Judul: Pemilu dan Demokrasi: Sebuah Bunga Rampai
Penulis: Kharisma Firdaus, Dkk.
ISBN: 978-623-7590-68-2
Cetakan: I, April 2020
Tebal: 15,5 x 23 cm, xix + 344
Halaman
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
Prakata: S. Aminah
Penulis: Kharisma Firdaus, Dkk.
Editor: Roikan
Layouter: Hamidulloh Ibda
Diterbitkan: CV. Pilar Nusantara
Harga: Rp 80.000 (Belum Ongkir)
Pemilu bukan hanya untuk membedakan secara kontras demokrasi dan sistem
totaliter, tetapi juga untuk menandai adanya kebebasan dari warga negara untuk
terlibat secara inklusif dalam menentukan pemimpin politiknya. Karena di bawah
rezim otoriter yang ada di banyak negara, Pemilu juga diselenggarakan sebagai
cara untuk memeperoleh pembenarand an pengakuan dari rakyat dan partai politik
pun sebagai peserta pemilunya. Dalam banyak kasus, negara-negara tersebut
membentuk pemerintahan parlementer secara langsung setelah memperoleh
kemerdekaan dari kekuatan kolonial atau setelah disintegrasi Uni
Soviet. Selanjutnya, meskipun pemerintah sipil digantikan oleh
kediktatoran atau oleh pemerintahan militer dengan cara kudeta, lembaga-lembaga
politik termasuk sistem pemilihan dan parlementer, dalam banyak kasus, tidak
dihapus. Alasanya karena penghapusan lembaga-lembaga tersebut secara signifikan
akan merusak legitimasi pemerintah dan juga administrasi politiknya.
Penguasa di negara non demokrasi juga memanfaatkan partai politik
sebagai kendaraan untuk menyebarkan ideologi rezim di antara warga negara dan
untuk menciptakan basis dukungan politik. Selain itu, tidak lazim bagi kekuatan
yang berkuasa untuk menghasilkan pemilihan untuk menunjukkan bahwa mereka
dipilih oleh rakyat, memungkinkan partisipasi partai politik lain di bawah
batasan. Ini juga memiliki efek membagi kelompok oposisi moderat dan garis
keras, sehingga melemahkan seluruh oposisi terhadap rezim (Lust-Okar
2004). Namun, pemilihan tidak sah semacam itu juga dapat memicu protes
massa yang bahkan dapat mengakibatkan perubahan rezim, seperti yang terlihat
dalam kasus-kasus Filipina, Georgia, Ukraina, dan Kirgistan.
Alasan di balik
kepopuleran demokrasi adalah bahwa hidup di bawah lembaga demokratis membuat
orang jauh lebih bahagia daripada hidup di bawah lembaga otoriter (Inglehart,
2006). Demokrasi memiliki kapasitas untuk mengakomodasi keragaman dan
mengutamakan keamanan, kebebasan dan hak asasi manusia. Setiap negara telah
berusaha untuk mencapai di masing-masing negara. Abad ke-19 dikenal sebagai
'masa keemasan teori demokrasi' dan abad ke-20 sebagai era praktik demokrasi.
Demokrasi adalah proses evolusi yang dinamis, terlepas dari popularitasnya,
meski demokrasi menghadapi banyak tantangan di berbagai belahan dunia.
Tantangan itu bukan dari orang lain tetapi dari perwakilan terpilih yang
idealnya mengatur negara dengan cara demokratis.
Para
ilmuwan politik sudah melakukan kajian untuk membuktikan keterlekatan pemilu
dalam konteks demokrasi modern. Dalam demokrasi, wewenang pemerintah berasal
dari persetujuan yang diperintah. Mekanisme utama untuk menerjemahkan
persetujuan itu ke dalam otoritas pemerintah adalah mengadakan Pemilu yang
bebas dan adil. Semua demokrasi (perwakilan) modern mengadakan Pemilu, tetapi
tidak semua Pemilu itu diselenggarakan demokratis. Pemerintah partai
tunggal menggelar Pemilu untuk memberikan aura legitimasi kepada pemerintahan
yang dihasilkan dari Pemilu itu. Dalam Pemilu seperti itu, ada satu
kandidat dari partai yang berkuasa atau daftar kandidat yang sudah dipersiapkan
untuk tidak menjadi pemenangnya. Pemilu dalam sistem satu partai umumnya tanpa
ada pilihan alternatif.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.