Judul : Nostalgi dan Melankoli
(Puisi-puisi Niam At-majha)
Penulis : Niam At-Majha
Penyunting : Puji Pistols
Cetakan : I, 2018
Tebal: 12 x 18 cm, xxi + 83 Halaman
Penerbit: CV. Pilar Nusantara
ISBN: 978-602-50465-8-2
Harga: Rp.30.000 (belum termasuk ongkir)
CP: 08562674799 / 085740145329
Email: pilarnusapress@gmail.com
Pada mulanya puisi ditulis tidak jauh dari biografi penulisnya. Sebab
menulis puisi sama halnya menulis tentang kisah yang dijalani oleh penulisnya;
baik kisah cinta, keluarga, berkelana dan lain sebagainya. Karena puisi dalam
menulisnya melibatkan banyak hal yang terkadang cukup kompleks: pengalaman,
kedalaman, kejujuran, kecerdasan dan sedikit kegilaan seperti yang dikemukakan
Federico Garcia Lorca (1898-1936).
Puisi adalah bentuk sarana efektif untuk mengungkapkan sesuatu yang
intim dengan orang lain. Puisi pula merupakan jalan indah untuk merekam jejak
kisah cinta dengan perempuan-perempuan yang pernah singgah dalam hati
penyairnya. Dalam puisi setiap orang adalah berbeda, setiap manusia senantiasa
khas, dan segala perbedaaannya. Hal itu membuat hubungan antar manusia menjadi
suatu yang sangat berharga. Kita tahu harta yang paling berharga bagi penyair
adalah kata-kata dan dirinya sendiri.
Kata kata adalah milik semua orang dan diri sendiri adalah milik
pribadi.
Dengan begitu puisi yang saya tuliskan bisa dibilang adalah milik
pribadi, sebab puisi ini berusaha mengungkapkan tentang kisah saya dengan
perempuan yang ada di hati saya. Perempuan itu bisa Ibu saya, saudara saya, dan
perempuan yang pernah saya cintai; hingga ada sampai jadi istri dan ada pula tidak.
Penulis, mempunyai banyak kenangan tentang perempuan, cinta pertama
bertolak belakang dengan status sosial; si Dia lebih memilih dengan laki-laki
yang status sosialnya lebih terpandang dan terhormat dalam pandangan
masyarakat. Cinta kedua hanya berjalan dalam satu semester saja, karena si Dia
sudah cukup berumur untuk berumah tangga, akhirnya dipaksa orang tuanya untuk
menikah dengan laki-laki tak pernah dikenalnya. Sejatinya cinta sebab terbiasa
bersama, (tresno jalaran soko kulino). Baru yang ketiga saya bisa mempersuntingnya.
Sebab yang ketiga ini lebih segalanya dari cinta pertama dan kedua.
Melalui puisi saya berusaha untuk mengobati segala kekecewaan saya terhadap
perempuan-perempuan yang saya cinta, atau lebih tepatnya tetap mengingat kisah
sedihnya dan sedikit bahagia untuk menjadi sebait puisi. Karena kenangan bagi
saya bukan untuk dilupakan, melainkan sebagai pemicu untuk meraih masa depan.
Puisi adalah cara terindah untuk mengibur diri sendiri, cara terbaik
untuk menjadi bahagia, tanpa mengikutcampurkan orang lain. Sebab puisi itu
dapat dipahami oleh penyairnya sendiri. (*)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.