Kendal, Penerbitformaci.id - Penerbit Formaci Semarang, berkoalisi dengan Pondok Pesantren Hidayatul Qur'an Kaliwungu, Kendal, dalam membangun budaya literasi di kalangan santri di Kendal.
Direktur Formaci (kiri) dan Pengasuh Ponpes Hidayatul Qur'an Kendal saat memberikan karya masing-masing. |
Dalam kesempatan ini, santri Pondok Pesantren Hidayatul Quran Kendal
diimbau untuk menggunakan medsos, baik itu Facebook, Twitter, Instagram, Path,
dan lainnya untuk kepentingan dakwah, edukasi dan mengaji. Pasalnya, santri itu
berbeda dengan posisi pelajar biasa.
"Makanya termasuk adabul ta'lim itu ya menggunakan kata-kata baik, mengajak kebaikan dan menggunakan medsos untuk kepentingan dakwah dan menyebarkan misi mengaji dan santri dilarang buta literasi mengaji," ujar Hamidulloh Ibda penulis buku dalam Bedah Buku dan Ngaji Jurnalistik di Aula Ponpes Hidayatul Quran, Jalan K.H. Asyari No.31 Desa Krajan Kulon, Kaliwungu, Kendal pada Minggu 23 Juli 2017.
Dijelaskannya, bahwa tantangan generasi milenial itu adalah di hadapkan dengan serangan 'cyber bad'. Para santri selain melindungi para kiai dan ulama, juga harus memfilter diri dalam melakukan ta'limul khayat. "Tafsir surat arrahman ayat 33 itu intinya kita disuruh Allah untuk memiliki sulthan. Nah, kalau definisinya ya dari kata salata, artinya kekuatan, kekuasaan. Karena ini nakirah, maka artinya harus dinakirahkah. Dunia cyber ini kan jawaban dari rentang yang mengubungkan langit dan bumi. Semua itu sudah jelas bahwa eranya ini cyber, maya, internet yang bisa menembus ruang dan waktu, langit dan bumi. Kalau kita tidak bisa menguasai dunia maya dengan modal dinul Islam untuk dakwah, maka kita pasti terjajah," beber penulis buku 'Sing Penting NUlis Terus' tersebut.
Kegiatan Ngaji Jurnalistik ini merupakan kerjasama Ponpes Hidayatul Quran, Penerbit Formaci dan Ormas DPD Pekat Kendal yang mengusung tema "Santri Kendal Berliterasi". Hadir santriwan-santriwati Ponpes Hidayatul Quran, rekan-rekanita IPNU-IPPNU Kendal, perwakilan Ansor, juga para pendekar Harimau Putih dan Pagar Nusa Kendal.
Menurut Ibda, literasi itu tidak sekadar membaca. "Namun secara komprehensif, ya membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Nah, sumber utama literasi itu tidak hanya buku, majalah, koran, namun Alquran lah kitab literasi pertama kali. Dan perintah berliterasi itu ada di Alquran surat Al-alaq ayat 1-5 itu. Jadi sebenarnya perintah Allah pertama kali pada Nabi Muhammad itu bukan salat, zakat, apalagi Facebookan. Tapi perintahnya adalah membaca. Dan membaca adalah inti literasi," ujar dia.
Maka dari itu, kata dia, membaca saja tidak cukup. "Karena pilar literasi itu ada tiga, yaitu membaca, menulis dan pengarsipan. Maka, ayo rajin membaca, ya Alquran, kitab kuning, buku dan majalah. Kalau sudah membaca, tulislah. Jika sudah ditulis, maka arsipkanlah. Karena, tidak ada orang besar tanpa tulisan. Jadi, Nabi Muhammad, Imam Syafii, Imam Ghazali, KH. Soleh Darat, Mbah Hasyim Asyari, Mbah Ahmad Dahlan, Gus Dur, Kartini, mereka semua adalah penulis. Jika tidak penulis, tetapi pemikiran mereka ditulis. Makanya namanya abadi sampai sekarang. Jika santri tidak bisa menulis dan mengarsipkan, ya minimal rajin membaca," tukas penulis buki Stop Pacaran Ayo Nikah itu.
Sementara itu, Gus R. Muh Tommy Fadlurohman Alhafiz Pengasuh Ponpes Hidayatul Quran menjelaskan bahwa prestasi santri Ponpes Hidayatul Quran sebenarnya di bidang silat yang aktif di silat Harimau Putih asli Kendal di bawah naungan Pagar Nusa. "Tapi, baru kali ini kita menggelar kegiatan literasi yang sangat penting untuk membekali santri dalam menghadapi tantangan global," beber Ketua I Bidang Keorganisasian Pagar Nusa Cabang Kendal tersebut.
Wakil Sekretaris Pagar Nusa Wilayah Jateng ini juga berharap, para santri tidak hanya bisa mengaji namun mengaktualisasikan diri lewat kegiatan literasi. "Menjaga NKRI adalah kewajiban santri. Maka kita harus tetap melestarikan tradisi ahlussunnah waljamaah dan melawan semua pihak yang ingin memecah belah bangsa ini," beber Ketua Umum Lembaga Beladiri Indonesia Harimau Putih itu.
Heri Susanto Jurnalis HJ Network juga membeberkan bahwa jika ingin membedakan berita hoaks dengan asli, bisa dilihat dari strukturnya. "Minimal 5 W dan 1 H. Kalau ada W satunya lagi, yaitu waw, maka biasanya yang bombastis seperti itu indikasinya hoaks. Yang tak kalah penting lihatlah media yang mewartakan. Jadi para santri jangan menelah mentah suatu berita," ujar dia.
Ia mencontohkan, berbagai kegiatan pengajian dan simakan kitab kuning yang telah dilalukan Nutizen dan berbagai akun yang mempromosikan kegiatan mengaji di medsos.
Acara diawali dengan melantunkan selawat badar dan diakhiri dengan lagu Yalal Wathon dan selawat nariyah serta pertunjukan silat dari Harimau Putih dan Pagar Nusa. Usai kegiatan, para santri diajak simulasi dan diskusi bersama membentuk komunitas santri penulis di Kendal. (adm).
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.