Suasana diskusi |
UKT melahirkan demokrasi, kata Ibda, sekaligus melahirkan potensi pemalsuan data yang sama saja melakukan kejahatan akademik. “Paketnya lengkap, hampir sama seperti sistem demokrasi yang membawa catat bawaan. Karena UTK pasti melahirkan kejahatan akademik. Contohnya, pemalsuan data orang tua, baik data dasar maupun tambahan saat proses masa banding dan pengesahan UTK,” beber dia dalam diskusi yang diikuti puluhan mahasiswa tersebut.
Dijelaskan Ibda, bahwa pada 2012, pemerintah melalui Kemendikbud, telah mengesahkan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. “Pasal 88 Undang-undang tersebut mengamanatkan pemerintah untuk menerapkan suatu standar tertentu biaya operasional pendidikan tinggi dan sistem pembayaran biaya pendidikan bagi mahasiswa yang melahirkan UKT dan anak ekonimisnya bernama BKT dan SPI,” ungkap penulis buku Demokrasi Setengah Hati itu.
Sebelum menerapkan UKT, lanjut dia, pemerintah terlebih dahulu menerbitkan Surat Edaran Dikti Nomor 488 E/T/2012 dan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 97 E/KU/2013 yang keduanya mengatur tentang pelaksanaan sistem UKT untuk PTN dan penghapusan uang pangkal bagi mahasiswa baru tahun akademik 2013/2014.
Menurut dia, lahirnya UKT juga berawal dari Surat Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 21/E/T/2012 tanggal 4 Januari 2012 dan Nomor 274/E/T/2012 tanggal 16 Februari 2012. SE Dikti yang pertama pada tanggal 4 Januari 2012 berisi tentang pengenalan kepada semua universitas untuk menggunakan sistem pembayaran baru untuk penarikan biaya dari sumber masyarakat. Lalu, kata dia, Dikti mengeluarkan kembali SE pada tanggal 16 Februari 2012 yang berisi perguruan tinggi dilarang menaikkan biaya kuliah atau SPP.
“UKT, sesuai regulasi di atas, didefinisikan sebagai sistem pembayaran biaya kuliah dengan metode sebagian biaya kuliah tunggal ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. UKT ditetapkan berdasarkan biaya kuliah tunggal dikurangi biaya yang ditanggung oleh pemerintah. Setiap PTN/PTAIN, termasuk Universitas Terbuka (UT) wajib memberlakukan UKT yang telah disetujui dan ditetapkan oleh Mendikbud Republik Indonesia mulai tahun akademik 2013 – 2014,” papar pria tersebut.
Ada tiga hal yang perlu ditegaskan, jelasnya, yaitu UKT, BKT dan SPI. “Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang, BKT dan UKT pada PTN di lingkungan Kemendikbud,” tukas dia.
Adapun beberapa poin penting dalam pasal-pasal peraturan menteri tersebut yang menjelaskan secara rinci tentang BKT dan UKT. “Pasal 1, pertama, Biaya Kuliah Tunggal atau BKT merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri,” tandas dia.
Kedua, kata dia, BKT digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa masyarakat dan pemerintah. “Ketiga, UKT merupakan sebagian BKT yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya dan 3 Uang kuliah tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan biaya kuliah tunggal dikurangi biaya yang ditanggung oleh pemerintah,” lanjut dia.
Kawal Bersama
UKT, kata dia, secara teknis prosedural makin memperkeruh suasana akademik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). “Muaranya sama, pemerintah ingin ada standardisasi” pembayaran uang kuliah sesuai tingkat ekonomi sesuai prodi/jurusan di masing-masing PT dan pemberantasan uang pangkal. Namun fakta di lapangan terjadi sejumlah paradoks dan kesenjangan. Maka harus dikawal bersama, karena memang tidak mungkin ditolak lantaran sudah jalan lima tahunan,” beber penulis buku Stop Pacaran Ayo Nikah itu.,
Menurut dia, UKT memang didedikasikan memutus mata rantai pungutan liar saat masuk PTN. “Namun, tidak sedikit calon mahasiswa mengundurkan diri karena kaget dengan besaran UKT saat pengumuman, apalagi yang jalur mandiri karena otomatis masuk golongan 7,” beber dia.
Kebijakan ini hampir lima tahun, kata dia, perlu evaluasi dan kritik demi terciptanya iklim akademik yang transparan dan bebas dari penistaan kejujuran.” Akan tetapi, karena PT yang bergenre Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) seperti Undip, maka Dekan berhak melakukan otonomisasi standar pembiayaan akademik. Inilah sebabnya, ada perbedaan UKT yang signifikan antarprodi. Sama-sama di satu fakultas dan kampus, jas almameter juga sama, namun besaran UKT beda. Di sisi lain, penyebab UKT berbeda juga dari faktor ekonomi orang tua mahasiswa,” jelasnya.
Ia berharap, melalui diskusi itu, ada kesadaran untuk mengawal UKT, BKT dan SPI sebagai produk akademik untuk mahasiswa. Sebab, selama ini UKT didedikasikan untuk memutus pungli saat penerimaan mahasiswa, standardisasi uang kuliah sesuai kondisi ekonomi orang tua. “Hal itulah yang menjadi sorotan utama. Karena sebelum digedok, calon mahasiswa bisa banding UTK kepada kampus. Nah di sinilah ada potensi baik dan buruk. Baiknya kalau berjalan bersih, namun buruknya kalau ada pemalsuan data. Jadi, jangan sampai UKT ini menjadi Uang Kuliah Termahal,” imbuh dia. (Hms)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.